LAPORAN
PRAKTIKUM
PENGENDALIAN
LIMBAH INDUSTRI
ACARA
IV
CHEMICAL
OXYGEN DEMAND (COD)
TAHUN
AJARAN 2013/2014
DISUSUN
OLEH:
Nama
NIM
Hari/Tanggal
Kelompok
Asisten
|
: Nurul Hadiqah As-Sa’adah
: 11/318960/TP/10200
: Selasa, 15 April 2014
: D1
: Puji Rahayu
|
LABORATORIUM
REKA INDUSTRI DAN
PENGENDALIAN
PRODUK SAMPING
JURUSAN
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS
GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
***
UNTUK FILE YANG FULL VERSION (GAMBAR-GAMBAR DAN RUMUS-RUMUS KOMPLIT) SILAKAN DOWNLOAD LINK DI BAWAH INI
***
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Judul
Praktikum
Chemical
Oxygen Demand (COD)
B.
Tujuan
Praktikum
1.
Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dan
aplikasi nilai COD.
2.
Mahasiswa dapat menentukan nilai COD sampelnya.
C.
Manfaat
Praktikum
1. Mahasiswa
dapat mengetahui kegunaan dari diketahuinya nilai COD dan dapat
mengaplikasikannya dalam pengolahan limbah secara nyata.
2. Nilai
COD sampel diketahui sehingga dapat diketahui penanganan yang tepat untuk jenis
limbah seperti sampel.
BAB
II
DASAR
TEORI
Bahan organik yang
terdapat pada air permukaan, berasal dari sumber-sumber alami yaitu padatan
organic yang telah membusuk, limbah buangan industri, dan berasal dari kegiatan
domestik. Terdapat 2 macam bahan organik secara umum, yaitu bahan organic biodegradable dan non biodegradable (Wagiman,
2014). Limbah degradable yaitu limbah yang dapat terdekomposisi atau dapat
dihilangkan dengan proses biologis alamiah, sedangkan limbah non biodegradable
adalah limbah yang tak dapat dihilangkan dari perairan dengan proses biologis
alamiah (Anonim, 2014).
Untuk mengetahui jumlah
bahan organic di dalam air dapat dilakukan suatu uji yang lebih cepat daripada
uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan. Uji tersebut
disebut uji COD (chemical oxygen demand),
yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan
oksidan misalnya kalium dikhromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organic yang
terdapat di dalam air (Fardiaz, 2006).
Metoda
standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD)
yang digunakan saat ini adalah metoda yang melibatkan penggunaan oksidator kuat
kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis.
Kepedulian akan aspek kesehatan lingkungan mendorong perlunya peninjauan kritis
metoda standar penentuan COD tersebut, karena adanya keterlibatan bahan-bahan
berbahaya dan beracun dalam proses analisisnya (Nurdin, 2009).
Uji COD adalah suatu pembakaran
kimia secara basah dari bahan organik dalam sampel. Larutan asam dikromat (K2Cr2O7)
digunakan untuk mengoksidasi bahan organik pada suhu tinggi. Berbagai prosedur
COD yang menggunakan waktu reaksi dari 5 menit sampai 2 jam dapat digunakan.
Metode ini dapat dilakukan lebih cepat dair uji BOD. Oleh karena uji COD
merupakan naalisis kimia, uji ini juga mengukur senyawa-senyawa organik yang
tidak dapat dipecah seperti pelarut pembersih dan bahan yang dapat dipecah
secara biologis seperti yang diukur dalam uji BOD (Jenie, 2007).
Penetapan COD gunanya untuk
mengukur banyaknya oksigen setara dengan bahan organik dalam sampel air, yang
mudah dioksidasi oleh senyawa kimia oksidator kuat. Penetapan ini sangat
penting untuk dapat diuraikan secara kimiawi. Maka dapat dikatakan COD adalah
banyaknya oksidator kuat yang diperlukan untuk mengoksidasi zat organik dalam
air, dihitung sebagai mg/l O2. Beberapa zat organik yang tidak
terurai secara biologik antara lain asam asetat, asam sitrat, selulosa dan
lignin (Musyaffa, 2010).
BAB
III
METODOLOGI
PRAKTIKUM
A.
Alat
dan Bahan
Alat:
1.
Erlenmeyer 250 ml 2 buah
2.
Gelas ukur 25 ml 1 buah
3.
Gelas ukur 10 ml 1 buah
4.
Pipet ukur 1 ml 2 buah
5.
Glasfirn 3 buah
6.
Gelas ukur 200 ml 1 buah
7.
Buret 50 ml 1 buah
8.
Pipet tetes
9.
Bekker glas 250 ml 1 buah
Bahan:
1. Sampel
limbah cair tahu
2. Larutan
K2Cr2O7 (Kalium Dikromat)
3. Larutan
HgSO4 (Merkuri Sulfat)
4. Larutan
Na2S2O3 0,025 (Natrium Tiosulfat)
5. Larutan
KI
6. Indikator
pati 1%
7. Aquadest
B.
Cara
Kerja
PROSEDUR
|
HASIL
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. Sebanyak 1 ml limbah dimasukkan dan
diencerkan sebanyak 50 kali dalam gelas beaker (ditambah 49 mL aquadest).
2. Sampel
hasil pengenceran diambil sebanyak 1 ml.
3. 20
ml larutan Kalium dikromat (K2Cr2O7) ditambahkan
sedikit demi sedikit dan dikocok hingga homogen (jika timbul warna hijau,
lakukan pengenceran).
4. Larutan
tersebut dipanaskan hingga timbul 3-5 gelembung kemudian didinginkan hingga
mencapai suhu kamar.
5. 150
ml aquadest ditambahkan dan didinginkan kembali.
6. 10
ml larutan Kalium Ioida (KI) ditambahkan ke dalam larutan, setelah
ditambahkan KI harus segera dilakukan titrasi.
7. Larutan
dititrasi dengan larutan Natrium tio sulfat Na2S2O3
0,025 N hingga larutan berwarna coklat kekuningan.
8. 2
ml indikator kanji 1% ditambahkan ke dalam larutan (1 gram tepung kanji
diencerkan dalam 100 ml aquadest).
9.
Larutan dititrasi kembali hingga
warna biru berubah menjadi jernih.
10. Prosedur
yang sama dilakukan lagi untuk larutan blangko.
|
Sampel hasil
pengenceran masuk ke dalam gelas beaker.
Sampel terambil
sebanyak 1 ml.
Larutan kalium
dikormat tercampur dengan sampel.
Sampel yang tadinya mendidih
sudah didinginkan hingga mencapai suhu kamar.
Aquadest tercampur
dalam sampel.
Larutan KI tercampur
dalam sampel.
Larutan berwarna
coklat kekuningan setelah dititrasi.
Indikator yang sudah
diencerkan tercampur ke dalam larutan yang kemudian berubah warna menjadi
biru tua.
Larutan berwarna
jernih setelah titrasi.
Larutan blangko
mengalami prosedur yang sama.
|
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Praktikum
1. Tabel
volume titran yang digunakan dalam uji COD
2. Perhitungan
nilai COD sampel
Terlampir
B.
Pembahasan
Judul praktikum
pengendalian limbah industri acara 4 ini berjudul Chemical Oxygen Demand (COD).
COD adalah ukuran kapasitas konsumsi oksigen anorganik dan bahan organik yang
ada dalam air limbah. COD dinyatakan sebagai jumlah oksigen yang dikonsumsi
dalam satuan mg / L. (Lee, 2005). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran
air oleh zat organik yang secara alamiah dapat teroksidasi. Prinsip pengukuran COD dilakukan dengan
menggunakan larutan K2Cr2O7 sebagai sumber
oksigen dan pada suasana asam (Wagiman, 2014).
COD dan BOD yang tinggi
akan berdampak pada defisit oksigen dalam air sungai sehingga bisa mengakibatkan
kematian pada ikan dan tumubuhan air (Prihandana, 2007). Nilai COD tinggi
mengindikasikan bahwa air tercemar. Air yang tercemar, misalnya oleh limbah
domestik ataupun limbah industri pada umumnya mempunyai nilai COD yang tinggi,
sebaliknya air yang tidak tercemar mempunyai COD yang rendah (Musyaffa, 2010).
Prosedur praktikum
terbagi atas dua kegiatan besar yaitu pemanasan di lemari asam dan titrasi.
Kedua hal ini dilakukan baik untuk sampel limbah maupun larutan blangko. Hal
pertama yang dilakukan adalah memasukkan 1 ml aquadest dan diencerkan sebanyak
50 kali dengan cara menambahkan 49 ml aquadest ke dalam 1 ml sampel aquadest.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan konsentrasi sampel agar ketika
dititrasi volume titrannya tidak terlalu banyak. Selanjutnya adalah mengambil
sampel hasil pengenceran sebanyak 1 ml dan ditambahkan dengan 20 ml larutan
kalium dikromat atau K2Cr2O7 kemudian dikocok
hingga homogen. Kalium dikromat ini berfungsi sebagai oksidator zat-zat organik
yang ada di dalam sampel. Kemudian larutan tersebut dipanaskan di lemari asam,
jika muncul 3-5 gelembung kecil maka larutan tersebut diangkat dari kompor dan
didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Langkah selanjutnya adalah menambahkan
aqudest sebanyak 150 ml dan mendinginkannya kembali, setelah itu larutan
ditambahkan dengan indikator yaitu kalium iodida (KI) untuk selanjutnya
dilakukan titrasi. Pada proses titrasi, zat yang digunakan sebagai titran
adalah Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,025 N.
Titrasi dilakukan sampai larutan berwarna coklat kekuningan jernih. Prosedur
selanjutnya adalah menambahkan indikator kedua yaitu larutan kanji 1% sebanyak
2 ml. Larutan kanji dibuat dengan cara melarutkan 1 gr tepung kanji ke dalam
100 ml aqudest dan memanaskannya di atas kompor. Pemanasan dilakukan karena
larutan kanji hanya dapat bereaksi saat suhu panas. Hal ini menyebabkan proses
memasukkan larutan kanji ke dalam sampel harus saat larutan masih dalam keadaan
panas. Pada suhu biasa ia akan menjadi lengket dan setengah padat. Setelah larutan
sampel ditambahkan dengan larutan kanji yang merupakan indikator kedua, maka
sampel akan berubah warna menjadi biru tua keruh. Kemudian larutan dititrasi
untuk yang kedua kalinya dengan titran yang sama yaitu natrium tiosulfat.
Larutan dititrasi sampai warna biru berubah menjadi jernih. Larutan inilah yang
menjadi larutan blangko 1. Selanjutnya adalah melakukan prosedur yang sama
untuk membuat blangko kedua, sampel limbah 1, dan sampel limbah 2. Larutan
blangko yang dibuat berfungsi sebagai kontrol atau standar saat melakukan
proses titrasi pada sampel limbah. Kemudian volume titran yang tercatat untuk
membuat blangko 1, blangko 2, sampel limbah 1, dan sampel limbah 2 dicatat
untuk selanjutnya dimasukkan dalam perhitungan nilai COD.
Reaksi kimia yang terjadi
pada proses pemanasan larutan yang sudah dicampur dengan kalium dikromat adalah
sebagai berikut (Harany, 2012) :
HaHbOc + Cr2O72- +
H+ → CO2 + H2O + Cr3+
Perbandingan antara
hasil titrasi sampel limbah dengan blangko tidak terlalu jauh. Yang menjadi
masalah adalah salah satu dari 2 blangko yang dibuat mengalami kesalahan teknis
dalam pembuatannya sehingga blangko kedua warnanya terlalu jernih padahal seharusnya
kuning kecoklatan. Hal ini terjadi karena pada saat titrasi pertama, proses
pembukaan kran buret terlalu besar sehingga titran mengucur terlalu deras dan
mengakibatkan larutan blangko menjadi berwarna jernih. Oleh karena itu, blangko
yang dijadikan standar untuk dibandingkan dengan sampel limbah adalah blangko
pertama yang warnanya benar sesuai teori. Volume titran yang terpakai pada saat
titrasi pertama untuk blangko 1 adalah sebanyak 6,5 ml, sedangkan pada titrasi
kedua volume titran yang terpakai sebanyak 5 ml. Untuk titrasi pertama pada
blangko 2, volume titran yang terpakai adalah sebanyak 7 ml dan pada titrasi
kedua sebanyak 2,7 ml. Volume titran pada titrasi pertama inilah yang menjadi
kesalahan dalam titrasi karena terlalu banyak yaitu mencapai 7 ml. Untuk
titrasi sampel limbah 1, proses titrasi pertama menggunakan titran sebanyak 6
ml dan proses titrasi kedua sebanyak 5 ml. Sedangkan untuk titrasi sampel
limbah 2, proses titrasi pertama menggunakan titran sebanyak 6 ml dan titrasi
kedua sebanyak 5,3 ml. Volume titrasi pertama dan kedua ini kemudian
dijumlahkan. Selanjutnya, volume total titran antara blangko 1 dan 2
dirata-rata dan nantinya dalam perhitungan akan menjadi . Volume total titran
antara sampel limbah 1 dan sampel limbah 2 juga dirata-rata dan menjadi .
Perhitungan
nilai COD dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Wagiman, 2014) :
Di
mana N adalah normalitas dari natrium tiosulfat yaitu 0,025 N, adalah volume titran rata-rata pada larutan
blangko 1 dan 2, merupakan volume titran rata-rata pada larutan
sampel limbah 1 dan 2, kemudian P merupakan jumlah pengenceran yaitu 50, dan ml
sampel adalah sebanyak 1 ml. Berdasarkan tabel hasil diketahui bahwa adalah sebanyak 10,6 ml dan sebanyakk 11,15 ml. Sehingga ketika dimasukkan
ke rumus perhitungan menjadi :
=
-5500 mg/L
Hasil
perhitungan menjadi negatif karena volume pada titrasi kedua untuk blangko 2
hanya sebanyak 2,7 ml saja yang menyebabkan volume rata-rata titran pada
blangko terlalu sedikit dan menjadi lebih sedikit daripada volume rata-rata
titran untuk larutan sampel limbah.
Berdasarkan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2008 untuk Baku Mutu Air Limbah
Bagi Usaha Pengolahan Kedelai, ambang batas untuk COD untuk limbah tahu adalah
sebesar 300 mg/L. Sedangkan menurut Peraturan Gubernur DIY No. 20 Tahun 2008
tentang Baku Mutu Air di Provinsi DIY, ambang batas nilai COD adalah 10 mg/L
untuk air golongan I (air minum), 25 mg/L untuk air golongan II (prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pengairan), 50 mg/L untuk air golongan
III (pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
pengairan), dan 100 mg/L untuk air golongan IV (pengairan).
Hasil praktikum tidak
bisa dibandingkan dengan ambang batas yang berlaku dikarenakan kesalahan dalam
melakukan praktikum sehingga hasil perhitungan COD menjadi negatif. Namun, jika
seandainya hasil perhitungan COD pada sampel limbah melebihi ambang batas, dampaknya
adalah tidak bisa dijadikan sebagai konsumsi air minum, sarana rekreasi, maupun
untuk pengairan dan pembudidayaan ikan. Nilai COD yang tinggi menunjukkan bahwa
semakin banyak oksigen yang digunakan untuk mengurai senyawa-senyawa anorganik
dalam cairan, sehingga oksigen yang digunakan sebagai sumber kehidupan biota
air menjadi semakin sedikit. Sebagai limbah pun, jika kadar COD nya melebihi
batas yang ditentukan maka dampaknya adalah harus dilakukan treatment khusus dalam pembuangannya,
dengan kata lain limbah tersebut tidak boleh begitu saja dibuang ke lingkungan
tanpa diturunkan kadar COD nya.
Jika terjadi kelebihan
kadar COD dalam suatu zat cair, maka cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan
kadar COD tersebut adalah dengan menggunakan metode tricking filter. Pada Trickling filter terjadi penguraian bahan
organik yang terkandung dalam limbah. Penguraian ini dilakukan oleh
mikroorganisme yang melekat pada filter media dalam bentuk lapisan biofilm.
Pada lapisan ini bahan organik diuraikan oleh mikroorganisme aerob, sehingga
nilai COD menjadi turun (Harany, 2012).
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2014. Tinjauan Pustaka Pencemaran Air. Dalam http://
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33066/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
tanggal 13 April 2014 pukul 16:02.
Fardiaz, Srikandi. 2006. Polusi Air & Udara. Yogyakarta: Kanisius
Harany, Sri. 2012. Chemical Oxygen Demand (COD).
Dalam http://ranyharany.blogspot.com/2012/10/chemical-oxygen-demand-cod.html/
diakses pada 21 April 2014 pukul 17.01 WIB.
Jenie, Betty Sri Laksmi dan Winiati Pudji Rahayu.
2007. Penanganan Limbah Industri Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Lee, C.C. 2005. Environmental Engineering Dictionary.
Publisher Government Institutes.
Washington DC.
Musyaffa, Ripani. 2010. Oxygen Demand (COD). Dalam
http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/01/oxygen-demand-cod.html/
diakses pada 21 April 2014 pukul 15.16 WIB.
Nurdin, M dkk. 2009. Pengembangan Metode Baru
Penentuan Chemical Oxygen Demand (COD) Berbasis Sel Fotoelektrokimia: Karakterisasi Elektroda Kerja Lapis
Tipis TiO2/ITO. Dalam Makara,
Sains, vol 13 no.1: 1-8.
Prihandana, Rama, dkk. 2007. Menghasilkan Biodiesel
Murah Mengatasi Polusi dan Kelangkaan BBM. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.
\Wagiman dan Desi Setioningrum. 2014. Modul
Praktikum Pengendalian Limbah Industri. Yogyakarta: TIP FTP UGM.
LAMPIRAN
1.
Perhitungan nilai COD
N = normalitas natrium tiosulfat = 0,025
N
=
volume titran rata-rata pada larutan blangko 1 dan 2 = 10,06 ml
=
volume titran rata-rata pada sampel limbah 1 dan 2 = 11,15 ml
P
= jumlah pengenceran = 50
ml
sampel = 1 ml.
= -5500 mg/L
2.
Lampiran Perda DIY No.20 Tahun 2008
Parameter
Baku Mutu Air DIY
|
Satuan
|
KANDUNGAN
|
Keterangan
|
|||
Kelas I
|
Kelas II
|
Kelas III
|
Kelas IV
|
|||
FISIKA
|
||||||
Temperatur
|
0C
|
± 30C
Terhadap
suhu udara
|
± 30C
Terhadap
suhu udara
|
± 30C
Terhadap
suhu udara
|
± 30C
Terhadap
suhu udara
|
Deviasi temperatur dari keadaan alamiah
|
Bau
|
Tidak
berbau
|
-
|
-
|
-
|
||
Kekeruhan
|
NTU
|
5
|
-
|
-
|
-
|
|
Warna
|
TCU
|
50
|
100
|
-
|
-
|
|
Residu Terlarut (TDS)
|
mg/L
|
1000
|
1000
|
1000
|
2000
|
|
Residu Tersuspensi (TSS)
|
mg/L
|
0
|
50
|
400
|
400
|
|
KIMIA
|
||||||
Ph
|
mg/L
|
6 – 8.5
|
6 – 8.5
|
6 - 9
|
5 - 9
|
|
BOD
|
mg/L
|
2
|
3
|
6
|
12
|
|
COD
|
mg/L
|
10
|
25
|
50
|
100
|
|
DO
|
mg/L
|
6
|
5
|
4
|
0
|
Angka batas minimum
|
Fosfat
|
mg/L
|
0.2
|
0.2
|
1
|
5
|
|
Nitrat
|
mg/L
|
10
|
10
|
20
|
20
|
|
Amoniak
(NH3)
|
mg/L
|
0.5
|
-
|
-
|
-
|
Bagi perikanan,kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L
sebagai NH3
|
Arsen
|
mg/L
|
0.05
|
1
|
1
|
1
|
|
Kobalt
|
mg/L
|
0.2
|
0.2
|
0.2
|
0.2
|
|
Barium
|
mg/L
|
1
|
-
|
-
|
-
|
|
Boron
|
mg/L
|
1
|
1
|
1
|
1
|
|
Selemium
|
mg/L
|
0.01
|
0.05
|
0.05
|
0.05
|
|
Kadmium
|
mg/L
|
0.01
|
0.01
|
0.01
|
0.01
|
|
Krom (VI)
|
mg/L
|
0.05
|
0.05
|
0.05
|
1
|
|
Tembaga
|
mg/L
|
0.02
|
0.02
|
0.02
|
0.2
|
Bagi pengolahan air minum secara konvesional Cu ≤ 1 mg/L
|
Besi
|
mg/L
|
0,3
|
-
|
-
|
-
|
Bagi pengolahan air minum secara konvesional Fe ≤ 5 mg/L
|
Timbal
|
mg/L
|
0.03
|
0.03
|
0.03
|
1
|
Bagi pengolahan air minum secara konvesional Pb ≤ 0,1 mg/L
|
Mangan
|
mg/L
|
0.1
|
-
|
-
|
-
|
|
Raksa (Hg)
|
mg/L
|
0.001
|
0.002
|
0.002
|
0.005
|
|
Seng (Zn)
|
mg/L
|
0.05
|
0.05
|
0.05
|
2
|
Bagi pengolahan air minum secara konvesional Zn ≤ 5 mg/L
|
Klorida
(Cl)
|
mg/L
|
600
|
800
|
1000
|
1200
|
|
Sianida
|
mg/L
|
0,02
|
0,02
|
0,02
|
-
|
|
Flourida
|
mg/L
|
0.5
|
1.5
|
1.5
|
-
|
|
Nitrit
|
mg/L
|
0.06
|
0.06
|
0.06
|
-
|
Bagi pengolahan air minum secara konvesional N02-N ≤ 1 mg/L
|
Sulfat
|
mg/L
|
400
|
-
|
-
|
-
|
|
Klorin (Cl2)
|
mg/L
|
0,03
|
0,03
|
0,03
|
-
|
Bagi ABAM
tidak dipersyaratkan
|
Sulfida
|
mg/L
|
0.002
|
0.002
|
0.002
|
-
|
Bagi pengolahan air minum secara konvesional H2S ≤ 0,1 mg/L
|
SAR
(Sodium Adsorption Ratio)*)
|
mg/L
|
10 - 18
|
Maksimum 10 untuk tanaman peka maksimum 18 untuk tanaman kurang peka
|
|||
MIKROBIOLOGI
|
||||||
Fecal coliform
|
MPN/100 mL
|
100
|
1000
|
2000
|
2000
|
Bagi pengolahan air minum secara konvesional Fecal
coliform ≤ 2000 MPN/100 mL
|
Total coliform
|
MPN/100 mL
|
1000
|
5000
|
10000
|
10000
|
Bagi pengolahan air minum secara
konvesional Fecal coliform ≤ 10000 MPN/100 mL
|
Total coliform (untuk pemandian
umum)
|
MPN/100 mL
|
200
|
||||
Jumlah kuman kolam renang
|
Koloni/
mL
|
200
|
3.
Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. 15 Tahun 2008
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1. COD
merupakan ukuran kapasitas konsumsi oksigen anorganik dan bahan organik yang
ada dalam air limbah sekaligus ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik yang
secara alamiah dapat teroksidasi. Aplikasi pengukuran nilai COD adalah pada
bagian Waste Water Treatment Plant
suatu industri, jika diketahui COD terlalu tinggi maka dilakukan penurunan
kadar COD dengan menambah bakteri atau menambahkan polimer.
2. Nilai
COD sampel adalah -5500 mg/L. Hasil ini tidak sesuai teori karena bernilai
negatif, dikarenakan kesalahan pada saat titrasi yaitu volume titran yang
terlalu banyak saat mengucurkan kran buret.
B.
Saran
Alat
dilengkapi yang sesuai standar, contohnya sendok untuk mengambil H2SO4
jangan sendok yang terbuat dari
plastik.
Tags:
chemical oxygen demand
COD
industri
kuliah
laporan praktikum
limbah
pengndalian limbah industri
1 comments
Waste Water Treatment Plant
ReplyDeleteWaste Treatment Chemical adalah salah satu jenis pengolahan air limbah dari berbagai macam jenis water treatment lainnya untuk pengolahan air baku dan air limbah. Program ini didesain khusus untuk membantu pelanggan melindungi sistem dan lingkungan mereka, serta mematuhi peraturan pemerintah tentang pengolahan limbah.
Ada beberapa metode untuk pemisahan padatan dan cairan di perairan influen dan effluent. Metode mekanis meliputi sedimentasi, tegang, flotasi, dan penyaringan. Bahan kimia koagulasi dan flokulasi digunakan dalam proses pengobatan untuk klarifikasi air, pelunakan kapur, penebalan lumpur, dan penguraian dan pengeringan padatan. Selain itu, kami memiliki Waste Treatment Chemical khusus untuk kebutuhan air limbah dari berbagai industri, seperti: penghilangan logam berat, emulsi minyak / air, detokifikasi cat, pengendalian bau, dan penghancuran.
Harga Waste Water Treatment Plant
: CALL
TOMMY.K
(081310849918)